Minggu, 18 Juni 2017

Perbedaan Service Level Agreement (SLA) dan Operational Level Agreement(OLA) + Studi Kasus

SERVICE LEVEL AGREEMENT.
SLA singkatan dari Service Level Agreement atau jika diterjemahkan adalah, Perjanjian Tingkat Layanan , Pengertian SLA adalah bagian dari perjanjian layanan secara keseluruhan antara 2 dua entitas untuk peningkatan kinerja atau waktu pengiriman harus di perbaiki selama masa kontrak. Dua entitas tersebut biasanya dikenal sebagai penyedia layanan dan klien, dan dapat melibatkan perjanjian secara hukum karena melibatkan uang, atau kontrak lebih informal antara unit-unit bisnis internal.
SLA ini biasanya terdiri dari beberapa bagian yang mendefinisikan tanggung jawab berbagai pihak, dimana layanan tersebut bekerja dan memberikan garansi, dimana jaminan tersebut bagian dari SLA memilikitingkat harapan yang disepakati, tetapi dalam SLA mungkin terdapat tingkat ketersediaan, kemudahan layanan, kinerja, operasi atau tingkat spesifikasi untuk layanan itu sendiri. Selain itu, Perjanjian Tingkat Layanan akan menentukan target yang ideal, serta minimum yang dapat diterima.
   Tujuan dari SLA
1.  Agar pihak terkait dapat mematuhi persyaratan kontrak.
2. Mengawasi kinerja kelompok tertentu, individu atau sub-kontaktor.
3. Untuk memungkinkan pihak non-performing dikenakan sanksi
4. Untuk menghasilkan data operasional yang akan dianalisis sebagai bagian dari inisiatif tindakan preventetif
 OPERATIONAL LEVEL AGREEMENT

Perjanjian tingkat operasional (operational level agreement / OLA) adalah kontrak yang menentukan bagaimana berbagai kelompok TI dalam perusahaan berencana memberikan layanan atau rangkaian layanan. OLAs dirancang untuk mengatasi dan memecahkan masalah silo TI dengan menetapkan seperangkat kriteria tertentu dan menentukan rangkaian layanan TI tertentu yang masing-masing departemen bertanggung jawab. Perlu dicatat bahwa istilah Service Level Agreement (SLA) digunakan di banyak perusahaan saat membahas kesepakatan antara dua kelompok internal, namun menurut kerangka Teknologi Informasi Infrastruktur Informasi (ITIL) untuk praktik terbaik, jenis kontrak internal ini harus disebut Sebuah Perjanjian Tingkat Operasional.

Perjanjian Tingkat operasional (OLA) anata penyedia layanan untuk menyimpan hubungan kerja dan waktu respons untuk mendukung nama layanan dari katalog layanan atau di tempat lain. OLA ini tetap berlaku sampai direvisi atau dihentikan.
Enam tips ntuk menyusun OLA, yaitu:
 1.      Tentukan semua layanan TI yang bertanggung jawab dalam katalog layanan.
 2.      Sebagai CIO, terlibat dalam roses ini dengan memahami apa yang dibutuhkan masing-masing layanan.
3.      Tentukan pemain kunci (tim jaringan,kelompok server, dll) dan tanggung jawab mereka
4.      Letakan setiap harapan kelompok TI untuk memberikan setiap layanan.
5.      Datang dengan rencana kontingensi untuk kejadian tak terduga.
6.      Uji dan uji ulang OLA, dan uat perubahan bila diperlukan.


Studi kasus:
Provider VPS biasanya memberikan SLA 99% itu maksudnya dalam sebulan (atau 30 hari, tergantung providernya) ada jaminan uptime sebesar 99%. Jadi kalau VPS anda down dan disebabkan oleh penyedianya (masalah jaringan, node servernya kena abuse user lain, harddisk rusak dan sebagainya) dan bila dihitung lamanya lebih dari 1% dari 30 hari maka anda bisa klaim ganti rugi. Bisa dikatakan si provider hosting yakin akan kestabilan dan kualitas layanannya hingga berani menjamin, tapi ini sebenarnya hal standar.
Bagaimana sistem perhitungan SLAnya? Dari pengalaman biasanya nanti akan menggunakan satuan menit, dan dalam 30 hari ada 43200 menit. Misal SLAnya 99% maka jaminan uptimenya adalah 42768 menit, dan anda baru bisa mengklaim ganti rugi downtimenya setelah melewati waktu 432 menit atau 7,2 jam. Cukup lama kan? Ini cuma ilustrasi saja, banyak kok yang menggunakan angka 99,9% uptime dan ini cuma 43,2 menit. Atau malah lebih hebat lagi SLA 99,99% jadi sekitar 4,32 menit atau sekitar 259,2 detik.
Setelah batas waktu downtimenya terlewat baru bisa diperhitungkan klaim ganti ruginya. Banyak dari provider VPS menggunakan sistem pro-rate (pro-rata) dimana yang dikembalikan uangnya hanya selama downtime tersebut berlangsung. Misal kita pakai standar VPS 512MB dengan tarif $5 per bulan dan terjadi downtime selama 1 jam dan SLAnya sendiri 99.99%, maka:
60 menit/43200 menit * 5 USD =
0.00138888888 * 5 USD = 0.00694444444 USD

Penggunaan SLA telah menyebar luas dengan penggunaan layanan manajemen TI dasar seperti SMF atau ITIL. Penggunaan umum dalam manajemen layanan TI adalah sebagai call center. Pengukuran dalam kasus-kasus ini biasanya diidentifikasi sebagai:
1.      ABA (Abandonment Average) : Sebuah persentase panggilan masuk, dimana panggilan lain di tahan, dan menjawab panggilan masuk yang lainnya
2.      ASA (Average Speed to Answer) : Rata-rata jumlah detik yang diperlukan untuk panggilan yang harus dijawab oleh pusat layanan.
3.      TSF (Time Service Factor) : Sebuah persentase panggilan dijawab dalam batas waktu tertentu, sebuah contoh yang baik adalah mengatakan 80% dalam 20 detik.
4.      FCR (First Call Resolution) : Sebuah persentase panggilan masuk yang dapat diselesaikan/ dipecahkan tanpa harus menelpon pelanggan kembali atau pelanggan tidak perlu menelpon kembali untuk menyelesaikan kasus ini.
5.      TAT (Turn Around Time) : Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu.

Hasil ini dicatat dan dimonitor untuk memberikan masukan kepada manajemen untuk efisiensi dan kegunaan dari personil call center dan untuk membantu mengindikasikan di mana pelatihan atau sumber daya yang lebih diperlukan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar